Laman

Sep 18, 2009

Air Limbah Menghasilkan Listrik dan Air Terdesalinasi

Suatu proses yang dapat membersihan air limbah dan juga dapat menghasilkan sumber listrik dapat diterapkan untuk mengurangi 90 persen garam yang terkandung dalam suatu larutan atau air laut, hal ini dinyatakan oleh tim peneliti internasional dari China dan Amerika.


Air bersih untuk minum, mencuci, dan industri terdapat dalam jumlah yang terbatas di beberapa Negara yang ada di dunia. Ketersediaannya di masa yang akan datang menjadi salah satu permasalahan dunia. Beberapa Negara menerapkan proses desalinasi air dengan menggunakan osmosis balik-yaitu proses yang menerapkan tekanan tinggi pada air melalui suatu membran yang hanya dapat dilewati oleh molekul air bukan molekul garamnya-atau ada juga yang menerapkan elektrodialisis yaitu proses yang menggunakan listrik untuk memisahkan ion-ion garam dari air melalui suatu membrane. Yang perlu di catat kedua proses diatas sama-sama mengkonsumsi energi yang tinggi.


“Desalinasi air dapat dilakukan tanpa energi listrik atau tekanan yang tinggi dengan cara menggunakan sumber materi organic sebagai bahan bakar untuk mendesalinasi air”, para peneliti melaporkan dalam jurnal Environmental Science and Technology.


“Salah satu kendala yang dihadapi untuk proses desalinasi air adalah dibutuhkannya energi listrik yang cukup banyak, dan dengan menggunakan desalinasi sel mikroba kami secara nyata dapat mendesalinasi air sekaligus menghasilkan listrik pada saat kami mengambil material organic dari air limbah”, kata Bruce Logan, Profesor Kappe dari Environmental Engineering, Penn State.


Tim tersebut memodifikasi mikroba fuel sel yaitu suatu alat yang mengunakan bakteri secara alami untuk mengubah air limbah menjdai air bersih dan listrik-sehingga alat ini dapat dipakai untuk desalinasi air laut.


“Tujuan kami adalah untuk menunjukkan bahwa dengan menggunakan bakteri kami dapat memproduksi sejumlah arus listrik yang mampu melakukan hal ini”, kata Logan. “Bagaimanapun juga proses ini membutuhkan 200 mililiter air limbah buatan-asam cuka dalam air-untuk mendesalinasi 3 mililiter air garam. Hal ini bukan merupakan hal praktis sebab sistem kami belum teroptimalkan tapi hal ini cukup memberi bukti bahwa konsep yang kami ajukan terbukti berhasil.


Mikroba fuel sel terdiri dari dua bilik, satu bilik diisi dengan air limbah atau nutrien dan satunya diisi dengan air, setiap bilik terdapat elektroda. Secara alami bakteri yang terdapat dalam limbah akan mengkonsumsi material organic yang terdapat dalam limbah dan sekaligus meghasilkan arus listrik.


Dengan sedikit mengubah mikroba fuel sel yaitu dengan cara menambah bilik ketiga diantara dua bilik yang sudah ada dan meletakkan sejumlah membrane yang spesifik terhadap ion—yaitu membrane yang dapat dilewati ion positif aja atau sebaliknya dan tidak dapat dilewati keduanya –yang diletakkan diantara bilik pusat dan elektroda positif dan negative. Air yang mengandug garam kemudian diletakkan di bilik ini.


Air laut mengandung sekitar 35 gram perliter sedangkan air garam biasanya haya 5 gram perliter. Garam tidak hanya terlarut dalam air akan tetapi juga terdisosiasi menjadi ion positif dan negative. Pada saat bakteri dalam fuel sel tersebut mengkonsumsi material yang ada dalam air limbah maka akan dihasilkan proton. Proton ini tidak bisa melewati membrane anion sehingga ion negative dari bilik pusat akan megalir ke bilik tempat air limbah untuk menyeimbangkan ion positif. Pada elektroda yang lain proton terkonsumsi sehingga ion positif dari bilik pusat mengalir ke bilik tersebut. Hasil proses totalnya air laut / air garam yang ada di bilik pusat akan terdesalinasi.



Dikarenakan gram membantu fuel sel untuk menghasilkan listrik maka etika bilik pusat enjadi semakin encer (kadar garamnya berkurang) maka konduktifitas sel berkurang dan produksi listrikpun berkurang juga, hal inilah yang menyebabkan mengapa hanya 90 persen kadar garam yang bisa dihilangkan.


Permasalahan lain adalah ketika proton dihasilkan pada salah satu elektroda dan proton dikonsumsi pada elektroda yang lain maka salah satu bilik akan bersifat asam sedangkan yang lain bersifat basa.Dengan mecampur kedua cairan dari dua bilik ini ketika mereka dibuang akan menghasilkan cairan netral sehingga permasalahan ini dapat diatasi. Akan tetapi kemampuan bakteri hidup dalam kondisi asam ketika sel dijalankan menjadi satu permasalahan lain sehingga dalam eksperimen tim menambhakan buffer secara periodic untuk mengatasi hal ini. Masalah ini tidak akan menjadi kendala ketika sistem kami telah menghasilkan sejumlah air terdesalinasi dalam jumlah yang cukup. Tak heran jika eksperimen tim ini di support oleh King Abdullah University of Science and Technology, Saudi Arabia and Ministry of Science and Technology, China


No comments:

Post a Comment